Kamis, 19 Februari 2015

laporan PKL Universitas islam indonesia Jogja dan LAFI AD Bandung



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Farmasi merupakan suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat. Farmasi juga meliputi profesi yang sah dan fungsi ekonomi dari distribusi produk yang berkhasiat obat yang baik dan aman. Dalam kegiatan farmasi utamanya sangat diperlukan instansi-instansi kesehatan, balai pengobatan ataupun konsumen lainnya yang telah ditentukan oleh Menteri Kesehatan. Salah satu distribusi dalam farmasi adalah Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Selain itu, Laboratorium juga sangat berperan penting dalam bidang kefarmasian, beberapa fungsi dari laboratorium adalah sebagai berikut:
1.      Laboratorium Sebagai Sumber Belajar
Tujuan pembelajaran fisika dengan banyak variasi dapat digali, diungkapkan, dan dikembangkan dari laboratorium. Laboratorium sebagai sumber untuk memecahkan masalah atau melakukan percobaan. Berbagai masalah yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran terdiri dari 3 ranah yakni: ranah pengetahuan, ranah sikap, dan ranah keterampilan/afektif.
2.      Laboratorium Sebagai Metode Pembelajaran
Di dalam laboratorium terdapat dua metode dalam pembelajaran yakni metode percobaan dan metode pengamatan.
3.      Laboratorium Sebagai Prasarana Pendidikan
Laboratorium sebagai prasarana pendidikan atau wadah proses pembelajaran. Laboratorium terdiri dari ruang yang dilengkapi dengan berbagai perlengkapan dengan bermacam-macam kondisi yang dapat dikendalikan, khususnya peralatan untuk melakukan percobaan.
Mengingat bahwa pentingnya fungsi dan peranan dari laboratorium dalam  proses pembuatan obat yang baik (CPOB) demi terwujudnya obat sesuai dengan tujuan penggunaannya, Sehingga melatar belakangi penulis menyusun makalah ini, dengan harapan dapat menambah pengetahuan mahasiswa tentang laboratorium skala industry yang terstandarisasi CPOB, CPOTB, dan GMP, sebagai bekal untuk menuju dunia kerja.

B.   Tujuan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi sediaan steril. Khususnya, KKL (Kunjungan Kerja Lapangan) yang telah dilakukan pada tanggal 30 januari 2015 di UII (Universitas Islam Indonesia) di Yogyakarta, serta pada tanggal 2 Februari 2015 di LAFI AD (Lembaga Farmasi Angkatan Darat), bertujuan untuk melakukan pengamatan terhadap perbedaan-perbedaan yang signifikan dan persamaan yang ada di laboratorium semi solida dan steril di AKFAR AL-FATAH Bengkulu, dengan Laboratorium yang telah dikunjungi. Selain itu bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan, serta pengalaman dalam peninjauan dari segi persiapan untuk turun ke dunia kerja nanti.














BAB II
TINJAUAN UMUM

A.   Kefarmasian
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik formulasiobat, identifikasi, kombinasi, analisis dan standarisasi / pembakuan obat serta pengobatan, termasuk pula sifat - sifat obat dan distribusiserta penggunaannya yang aman.
Farmasi dalam bahasa Yunani disebut FARMAKON yang berarti MEDIKA / OBAT, sedangkan Ilmu Resep adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat - obatan menjadi bentuk tertentu ( meracik ) hingga siap digunakan sebagai obat.
Ada anggapan bahwa ilmu ini mengandung arti seni sehingga dapat dikatakan bahwa Ilmu Resep adalah ilmu yang mempelajari seni meracik obat (art of drug compounding), terutama ditujukan untuk melayani resep dokter. Oleh karena itu, Profesi Farmasi merupakan profesi yang berhubungan dengan seni dan ilmu dalam penyediaan (pengolahan) bahan sumber alam dan bahan sintetis yang cocok dan menyenangkan untuk didistribusikan dan digunakan dalam pengobatan dan pencegahan suatu penyakit.
Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional.
Penyediaan obat - obatan disini mengandung arti pengumpulan, penenalan, pengawetan, dan pembakuan bahan obat- obatan. Melihat ruang lingkup dunia farmasi yang cukup luas, maka mudah dipahami bahwa ilmu resep tidak dapat berdiri sendiri tanpa kerja sama yang baik dengan cabang ilmu  lain, seperti fisika, kimia, biologi, dan farmakologi.

B.   Laboratorium
1.      Definisi Laboratorium
Laboratorium adalah unit penunjang akademik pada lembaga pendidikan, berupa ruangan tertutup atau terbuka, bersifat permanen atau bergerak, dikelola secara sistematis untuk kegiatan pengujian, kalibrasi, dan/atau produksi dalam skala terbatas, dengan menggunakan peralatan dan dan/atau pengabdian kepada masyarakat.
Definisi laboratorium menurut:
1.      Procter
Laboratorium adalah tempat atau ruangan di mana para ilmuwan bekerja dengan peralatan untuk penyelidikan dan pengujian terhadap suatu bahan atau benda.
2.      ISO / IEC Guide
Laboratorium adalah instalasi atau lembaga yang melaksanakan pengujian.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa laboratorium (disingkat lab) adalah suatu bangunan yang di dalamnya dilengkapi dengan peralatan dan bahan-bahan berdasarkan metode keilmuan tertentu untuk melakukan percobaan ilmiah, penelitian, praktek pembelajaran, kegiatan pengujian, kalibrasi, dan/atau produksi bahan tertentu.
Laboratorium dibedakan sesuai bidang keilmuan yang dipelajari, misalnya laboratorium kimia yang berkecimpung dalam bidang ilmu kimia. Laboratorium kimia terbagi lebih spesifik lagi seperti laboratorium kimia fisika, laboratorium kimia organik, laboratorium kimia anorganik, laboratorium kimia analitik, laboratorium biokimia, laboratorium kimia instrumen, dsb.

2.      Tipe-Tipe  Laboratorium
Tipe Laboratorium berdasarkan PERMENPAN No. 3 tahun 2010, terbagi dalam 4 kategori:
  1. Laboratorium Tipe I adalah laboratorium ilmu dasar yang terdapat di sekolah pada jenjang pendidikan menengah, atau unit pelaksana teknis yang menyelenggarakan pendidikan dan/atau pelatihan dengan fasilitas penunjang peralatan kategori I dan II, dan bahan yang dikelola adalah bahan kategori umum untuk melayani kegiatan pendidikan siswa. 
  2. Laboratorium Tipe II  adalah laboratorium ilmu dasar yang terdapat di perguruan tinggi tingkat persiapan (semester I, II), atau unit pelaksana teknis yang menyelenggarakan pendidikan dan/atau pelatihan dengan fasilitas penunjang peralatan kategori I dan II, dan bahan yang dikelola adalah bahan kategori umum untuk melayani kegiatan pendidikan mahasiswa. 
  3. Laboratorium Tipe III  adalah laboratorium bidang keilmuan terdapat di jurusan atau program studi, atau unit pelaksana teknis yang menyelenggarakan pendidikan dan/atau pelatihan dengan fasilitas penunjang peralatan kategori I, II, dan III, dan bahan yang dikelola adalah bahan kategori umum dan khusus untuk melayani kegiatan pendidikan, dan penelitian mahasiswa dan dosen. 
  4. Laboratorium Tipe IV adalah laboratorium terpadu yang terdapat di pusat studi fakultas atau universitas, atau unit pelaksana teknis yang menyelenggarakan pendidikan dan/atau pelatihan dengan fasilitas penunjang peralatan kategori I, II, dan III, dan bahan yang dikelola adalah bahan kategori umum dan khusus untuk melayani kegiatan penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, mahasiswa dan dosen.

3.      Fungsi dan Peranan Laboratorium
Fungsi laboratorium yaitu sebagai sumber belajar dan mengajar, sebagai metode pengamatan dan metode percobaan, sebagai prasarana pendidikan atau sebagai wadah dalam proses belajar mengajar.
Menurut Sukarso (2005), secara garis besar fungsi laboratorium dalam proses   pendidikan adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai tempat untuk berlatih mengembangkan keterampilan intelektual melalui kegiatan pengamatan, pencatatan dan pengkaji gejala-gejala alam.
2.      Mengembangkan keterampilan motorik siswa. Siswa akan bertambah keterampilannya dalam mempergunakan alat-alat media yang tersedia untuk mencari dan menemukan kebenaran.
3.      Memberikan dan memupuk keberanian untuk mencari hakekat kebenaran ilmiah dari sesuatu objek dalam lingkungn alam dan sosial.
4.      Memupuk rasa ingin tahu siswa sebagai modal sikap ilmiah seseorang calon ilmuan.
5.      Membina rasa percaya diri sebagai akibat keterampilan dan pengetahuan atau penemuan yang diperolehnya.

Lebih jauh dijelaskan dalam Anonim (2003), bahwa fungsi dari laboratorium adalah sebagai berikut:
1.      Laboratorium Sebagai Sumber Belajar
Tujuan pembelajaran fisika dengan banyak variasi dapat digali, diungkapkan, dan dikembangkan dari laboratorium. Laboratorium sebagai sumber untuk memecahkan masalah atau melakukan percobaan. Berbagai masalah yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran terdiri dari 3 ranah yakni: ranah pengetahuan, ranah sikap, dan ranah keterampilan/afektif.
2.      Laboratorium Sebagai Metode Pembelajaran
Di dalam laboratorium terdapat dua metode dalam pembelajaran yakni metode percobaan dan metode pengamatan.
3.      Laboratorium Sebagai Prasarana Pendidikan
Laboratorium sebagai prasarana pendidikan atau wadah proses pembelajaran. Laboratorium terdiri dari ruang yang dilengkapi dengan berbagai perlengkapan dengan bermacam-macam kondisi yang dapat dikendalikan, khususnya peralatan untuk melakukan percobaan.

Menurut Soejitno (1983) secara garis besar fungsi laboratorium adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan kelengkapan bagi pelajaran teori yang telah diterima sehingga antara teori dan praktik bukan merupakan dua hal yang terpisah. Keduanya saling kaji-mengkaji dan saling mencari dasar.
2.      Memberikan keterampilan kerja ilmiah bagi mahasiswa/siswa.
3.      Memberikan dan memupuk keberanian untuk mencari hakikat kebenaran ilmiah dari sesuatu obyek dalam lingkungan alam dan lingkungan sosial.
4.      Menambah keterampilan dalam menggunakan alat dan media yang tersedia untuk mencari dan menemukan kebenaran.
5.      Memupuk rasa ingin tahu mahasiswa/siswa sebagai modal sikap ilmiah seorang calon ilmuwan.
            Engkoswara (1982) mengatakan bahwa melalui kegiatan praktikum yang biasanya dilakukan di laboratorium, siswa diharapkan dapat:
1.         Mengembangkan berbagai keterampilan secara terintegrasi.
2.         Mengenal berbagai peralatan laboratorium.
3.         Mengenal berbagai desain dan peralatan untuk eksperimen.
4.         Mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan menginterprestasikan data.
5.         Mengembangkan sikap untuk melakukan sesuatu secara tepat dan akurat.
6.         Mengembangkan keterampilan dalam mengobservasi.
7.         Mengembangkan kemampuan dalam mengkomunikasikan hasil eksperimen.
8.         Mengembangkan kecakapan dalam menulis laporan.
9.         Mengembangkan kemampuan untuk belajar dan melakukan percobaan sendiri.
10.     Menambah keberanian berfikir sendiri dan menanggung resiko.
11.     Merangsang berfikir siswa melalui eksperimen.
12.     Mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah dengan berbagai variabel yang banyak dan berbagai kemungkinan pemecahannya.

C.   Limbah Laboratorium
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik(rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Menurut Recycling and Waste Management Act limbah didefinisikan sebagai benda bergerak yang diinginkan oleh pemiliknya untuk dibuang atau pembuangannya dengan cara yang sesuai, yang aman untuk kesejahteraan umum dan untuk melindungi lingkungan. Limbah laboratorium adalah limbah yang berasal dari kegiatan laboratorium.
Sumber limbah laboratorium dapat berasal diantaranya dari :
  • Bahan baku yang telah kadaluarsa
  • Bahan habis pakai (misal medium biakan/ perbenihan yang tidak terpakai)
  • Produk proses di laboratorium (misal sisa spesimen)
  • Produk upaya penanganan limbah (misal jarum suntik sekali pakai)

a.      Macam-macam Limbah Laboratorium
Berdasarkan jenisnya, maka klasifikasi pengumpulan limbah laboratorium adalah:
Kelas
Jenis
A
Pelarut organik bebas halogen dan senyawa organik dalam
larutan
B
Pelarut organik mengandung halogen dan senyawa organik
dalam larutan
C
Residu padatan bahan kimia laboratorium organik
D
Garam dalam larutan: lakukan penyesuaian kandungan
kemasan pada pH 6 -8
E
Residu bahan anorganik beracun dan garam logam berat dan larutannya
F
Senyawa beracun mudah terbakar
G
Residu air raksa dan garam anorganik raksa
H
Residu garam logam; tiap logam harus dikumpulkan secara terpisah
I
Padatan anorganik
J
Kumpulan terpisah limbah kaca, logam dan plastik

Berdasarkan sifatnya, limbah dibedakan menjadi:
1)   Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia. Limbah beracun dibagi menjadi:
  • Limbah mudah meledak
  • Limbah mudah terbakar.
  • Limbah reaktif
  • Limbah beracun
  • Limbah yang menyebabkan infeksi
  • Limbah yang bersifat korosif
2)   Limbah infeksius
Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular serta limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik, ruang perawatan dan ruang isolasi penyakit menular.
3)   Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida.
4)   Limbah umum
Berdasarkan bentuk limbah yang dihasilkan, dibedakan menjadi:
1)   Limbah padat
Limbah padat di laboratorium relatif kecil, biasanya berupa endapan atau kertas saring terpakai, sehingga masih dapat diatasi. Limbah padat dibedakan menjadi:
v  Limbah padat infeksius
v  Limbah padat non infeksius
2)   Limbah gas
Limbah yang berupa gas umumnya dalam jumlah kecil, sehingga relatif masih aman untuk dibuang langsung di udara, contohnya limbah yang dihasilkan dari penggunaan generator, sterilisasi dengan etilen oksida atau dari thermometer yang pecah (uap air raksa).
3)   Limbah cair
Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair (PP No.82 Thn 2001). Umumnya laboratorium berlokasi di sekitar kawasan hunian, sehingga akumulasi limbah cair yang meresap ke dalam air tanah dapat membahayakan lingkungan sekitar. Limbah cair terbagi atas:
  • Limbah cair infeksius
  • Limbah cair domestic
  • Limbah cair kimia

Berdasarkan atas dasar asalnya, dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
Limbah organik
Limbah ini terdiri atas bahan-bahan yang besifat organik seperti dari kegiatan rumah tangga, kegiatan industri. Limbah ini juga bisa dengan mudah diuraikan melalui proses yang alami.
Limbah anorganik
Limbah anorganik berasal dari sumber daya alamyang tidak dapat di uraikan dan tidak dapat diperbaharui.

b.      Cara Pengelolaan Limbah Laboratorium
Tujuan penanganan limbah adalah untuk mengurangi resiko pemaparan limbah terhadap kuman yang menimbulkan penyakit (patogen) yang mungkin berada dalam limbah tersebut. Penanganan limbah antara lain ditentukan oleh sifat limbah, yaitu :
  1. Limbah berbahaya dan beracun, dengan cara :
·         Netralisasi
Limbah yang bersifat asam dinetralkan dengan basa seperti kapur tohor, CaO atau Ca(OH)2 Sebaliknya, limbah yang bersifat basa dinetralkan dengan asam seperti H2SO4 atau HCI.
·         Pengendapan/sedimentasi, koagulasi dan flokulasi
Kontaminan logam berat dalam ciaran diendapkan dengan tawas/FeC13, Ca(OH)2/CaO karena dapat mengikat As, Zn, Ni. Mn dan Hg.
·         Reduksi-Oksidasi
Terhadap zat organik toksik dalam limbah dapat dilakukan reaksi reduksi oksidasi (redoks) sehingga terbentuk zat yang kurang/tidak toksik.
·         Penukaran ion
Ion logam berat nikel, Ni dapat diserap oleh kation, sedangkan anion beracun dapat diserap oleh resin anion.

2.      Limbah infeksius
Ada beberapa metode penanganan limbah cair/padat yang bersifat infeksius, yaitu
a.      Metode Desinfeksi
Adalah penanganan limbah (terutama cair) dengan cara penambahan bahan-bahan kimia yang dapat mematikan atau membuat kuman-kuman penyakit menjadi tidak  aktif.
b.      Metode Pengenceran (Dilution)
dengan cara mengencerkan air limbah sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Kerugiannya ialah bahan kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang terjadi dapat menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air seperti selokan, sungai dan sebagainya sehingga dapat menimbulkan banjir.
c.       Metode Proses Biologis
dengan menggunakan bakteri-bakteri pengurai. Bakteri-bakteri tersebut akan menimbulkan dekomposisi zat-zat organik yang terdapat dalam limbah.
d.      Metode Ditanam (Landfill)
Yaitu penanganan limbah dengan menimbunnya dalam tanah.
e.       Metode Insinerasi (Pembakaran)
Pemusnah limbah dengan cara memasukkan ke dalam insinerator. Dalam insinerator senyawa kimia karbon yang ada dibebaskan ke atmosfir sebagai CO2 dan H2O. Bahan-bahan seperti mineral, logam dan bahan organik lainnya (kuman penyakit, jaringan tubuh, hewan, darah, bahan kimia, kertas, plastik) yang tidak terbakar tersisa dalam bentuk abu yang beratnya 10-30% dari berat aslinya (tergantung dari jenis limbah).

3.   Limbah radioaktif
Masalah penanganan limbah radioaktif dapat diperkecil dengan memakai radioaktif sekecil mungkin, menciptakan disiplin kerja yang ketat dan menggunakan alat yang mudah didekontaminasi. Penanganan limbah radioaktif dibedakan berdasarkan:
  1. Bentuk : cair, padat dan gas,
  2. Tinggi-rendahnya tingkat radiasi sinar gamma (γ),
  3. Tinggi-rendahnya aktifitas
  4. Panjang-pendeknya waktu paruh,
  5. Sifat : dapat dibakar atau tidak.
Ada 2 sistem penanganan limbah radioaktif :
  1. Dilaksanakan oleh pemakai secara perorangan dengan memakai proses peluruhan, peguburan dan pembuangan.
  2. b.   Dilaksanakan secara kolektif oleh instansi pengolahan limbah radioaktif, seperti Badan Tanaga Atom Nasional (BATAN).

4.   Limbah umum
Limbah umum non infeksius setelah dikumpulkan dalam wadah kantong plastik diikat kuat dan dibakar di insinerator

D.  Langkah nyata yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah di laboratorium
  1. Penggunaan kembali limbah laboratorium berupa bahan kimia yang telah digunakan, setelah melalui prosedur daur ulang yang sesuai. Sebagai contoh: (hal ini paling sesuai untuk pelarut yang telah digunakan) Pelarut organik seperti etanol, aseton, kloroform, dan dietil eter dikumpulkan di dalam laboratorium secara terpisah dan dilakukan destilasi.
  2. sebelum melakukan reaksi kimia, dilakukan perhitungan mol reaktan-reaktan yang bereaksi secara tepat sehingga tidak menimbulkan residu berupa sisia bahan kimia. Selain menghemat bahan yang ada, hal ini juga akan mengurangi limbah yang dihasilkan.
  3. Pembuangan langsung dari laboratorium. Metoda pembuangan langsung ini dapat diterapkan untuk bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air. Bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air dibuang langsung melalui bak pembuangan limbah laboratorium. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung asam atau basa harus dilakukan penetralan, selanjutnya baru bisa dibuang. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung logam-logam berat dan beracun seperti Pb, Hg, Cd, dan sebagainya, endapannya harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian cairannya dinetralkan dan dibuang.
  4. Dengan pembakaran terbuka. Metoda pembakaran terbuka dapat dterapkan untuk bahan-bahan organik yang kadar racunnya rendah dan tidak terlalu berbahaya. Bahan-bahan organik tersebut dibakar ditempat yang aman dan jauh dari pemukiman penduduk.
  5. Pembakaran dalan insenerator. Metoda pembakaran dalam insenerator dapat diterapkan untuk bahan-bahan toksik yang jika dibakar ditempat terbuka akan menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat toksik.
  6.  Dikubur didalam tanah dengan perlindungan tertentu agar tidak merembes ke badan air. Metoda ini dapat diterapkan untuk zat-zat padat yang reaktif dan beracun
                   
C.    CPOB
Good Manufacturing Practice (GMP)-Cara Pembuatan Obat Baik (CPOB) adalah sistem yang memastikan produk dibuat dan dikontrol secara konsisten sesuai kualitas standar. Dibuat untuk meminimalkan risiko pada produk farmasi yang tidak dapat disingkirkan lagi saat produk diuji saat sudah jadi. Risiko utama adalah : kontaminasi, menyebabkan gangguan kesehatan bahkan kematian; label yang tidak benar; bahan aktif yang terlalu sedikit atau terlalu banyak, berakibat pengobatan tidak efektif atau menimbulkan efek samping. CPOB meliputi semua proses produksi; mulai dari bahan awal, tempat, dan alat sampai pelatihan dan kebersihan dari pekerja. Prosedur tertulis dari tiap proses produksi adalah komponen penting yang dapat mempengaruhi kualitas akhir dari produk. WHO telah mengeluarkan panduan untuk CPOB.
CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.
Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak bertanggung jawab. Untuk pencapaian tujuan ini melalui ’Kebijakan Mutu”, yang memerlukan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang di desain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.

CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Persyaratan dasar dari CPOB adalah:
a.            semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan;
b.            tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi;
c.             tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB termasuk:
·                   personil yang terkualifikasi dan terlatih;
·                   bangunan dan sarana dengan luas yang memadai;
·                   peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;
·                   bahan, wadah dan label yang benar;
·                   prosedur dan instruksi yang disetujui; dan
·                   tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.
d.            prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia;
e.             operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar;
f.             pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;
g.            catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses;
h.            penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu obat;
i.              tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran; dan
j.              keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.

ASPEK2 CPOB :
A.    MANAJEMEN MUTU
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya.

B.     PERSONALIA
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.

Apoteker .
Setiap apoteker yang melakukan persiapan/ peracikan sediaan steril
harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
• Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang penyiapan dan
pengelolaan komponen sediaan steril termasuk prinsip teknik
aseptis.
• Memiliki kemampuan membuat prosedur tetap setiap tahapan
pencampuran sediaan steril.
Apoteker yang melakukan pencampuran sediaan steril sebaiknya
selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui
pelatihan dan pendidikan berkelanjutan.
Tenaga Kefarmasian (Asisten Apoteker, D3 Farmasi)
Tenaga Kefarmasian membantu Apoteker dalam melakukan pencampuran sediaan steril. Petugas yang melakukan pencampuran sediaan steril harus sehat dan khusus untuk penanganan sediaan sitostatika petugas tidak sedang merencanakan kehamilan, tidak hamil maupun menyusui.

C.     BANGUNAN DAN FASILITAS
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

D.    PERALATAN
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Dalam melakukan pencampuran sedian steril diperlukan ruangan dan peralatan khusus untuk menjaga sterilitas produk yang dihasilkan dan menjamin keselamatan petugas dan lingkungannya.
a)      Ruangan
·         Tata letak ruang
·         Jenis ruangan
Pencampuran sediaan steril memerlukan ruangan khusus dan terkontrol. Ruangan ini terdiri dari :
a.       Ruang persiapan
Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan alat kesehatan dan bahan obat (etiket, pelabelan, penghitungan dosis dan volume cairan).
b.      Ruang cuci tangan dan ruang ganti pakaian Sebelum masuk ke ruang antara, petugas harus mencuci tangan, ganti pakaian kerja dan memakai alat pelindung diri (APD).
c.       Ruang antara (Ante room) Petugas yang akan masuk ke ruang steril melalui suatu ruang antara
d.      Ruang steril (Clean room) Ruangan steril harus memenuhi syarat sebagai berikut :
·              Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000 partikel
·              Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara.
·              Suhu 18 – 22°C
·               Kelembaban 35 – 50%
·              Di lengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter 11
·              Tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari pada tekanan udara di luar ruangan.
·              Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan bahan obat sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran. Pass box ini terletak di antara ruang persiapan dan ruang steril.

o   Peralatan (4) :
Peralatan yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran sediaan steril meliputi :
·         Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan dalam pencampuran
sediaan steril meliputi :
o   Baju Pelindung
Baju Pelindung ini sebaiknya terbuat dari bahan yang impermeable (tidak tembus cairan), tidak melepaskan serat kain, dengan lenganpanjang, bermanset dan tertutup di bagian depan.
o   Sarung tangan
Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas yang
minimal sehingga dapat memaksimalkan perlindungan bagi petugas dan cukup panjang untuk menutup pergelangan tangan. Sarung
tangan terbuat dari latex dan tidak berbedak (powder free). Khusus
untuk penanganan sediaan sitostatika harus menggunakan dua lapis.
c. Kacamata pelindung
Hanya digunakan pada saat penanganan sediaan sitostatika

d. Masker disposable
Gb. 3. Alat Pelindung Diri
2. Laminar Air flow (LAF) mempunyai sistem penyaringan ganda yang
memiliki efisiensi tingkat tinggi, sehingga dapat berfungsi sebagai (4) :
·         Penyaring bakteri dan bahan-bahan eksogen di udara.
·         Menjaga aliran udara yang konstan diluar lingkungan.
·         Mencegah masuknya kontaminan ke dalam LAF.
Terdapat dua tipe LAF yang digunakan pada pencampuran sediaan
steril :
E.     Aliran Udara Horizontal (Horizontal Air Flow).
Aliran udara langsung menuju ke depan, sehingga petugas tidak terlindungi dari partikel ataupun uap yang berasal dari ampul atau vial. Alat ini digunakan untuk pencampuran obat steril non sitostatika.
F.     Aliran Udara Vertikal (Vertical Air Flow). Aliran udara langsung
mengalir kebawah dan jauh dari petugas sehingga memberikan lingkungan kerja yang lebih aman. Untuk penanganan sediaan sitostatika menggunakan LAF vertical Biological Safety Cabinet (BSC) kelas II dengan syarat tekanan udara di dalam BSC harus lebih negatif dari pada tekanan udara di ruangan.

E.     SANITASI DAN HIGIENE
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

F.      PRODUKSI
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.
Produk steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk dalam bentuk sediaan ini antara lain sediaan parentral, preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parentral merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian tubuh. Karena sediaan ini mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yaitu membran kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis.

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk Sediaan Steril
o   Prinsip dari CPOB adalah memperkecil pencemaran mikroba, partikulat, dan pirogen. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
o   Keberadaan ruang penyangga untuk personil dan /atau peralatan dan bahan
o   Pembuatan produk dan proses pengisian dilakukan pada ruangan terpisah
o   Kondisi “operasional dan non operasional” hendaklah ditetapkan untuk tiap ruang bersih.

4 kelas kebersihan pada pembuatan produk steril:
1.      Kelas A.
Untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya pengisian wadah tutup karet, ampul, dan vial terbuka, penyambungan secara aseptik. Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) dengan kecpatan 0,36-0,54 m/detik. Contoh kegiatan: pembuatan dan pengisian aseptik

2.      Kelas B.
Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini adalah lingkungan latar belakang untuk zona kelas A
3.      Kelas C .
Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat risiko lebih rendah.Contoh kegiatan: Pembuatan larutan
4.      Kelas D.
Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat risiko lebih rendah. Contoh kegiatan: penanganan komponen setelah pencucian

Sterilisasi
Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen, nonpatogen, vegetative, nonvegetativ dari suatu objek atau material.. Suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatip maupun dalam bentuk tidak vegetatip (spora).
Ada 3 alasan utama untuk melakukan sterilisasi dan desinfeksi.
1.      Untuk mencegah transmisi penyakit
2.      Untuk mencegah pembusukan material oleh mikroorganisme
3.      Untuk mencegah kompetisi nutrien dalam media pertumbuhan sehingga memungkinkan kultur organisme spesifik berbiak untuk keperluan sendiri (seperti produksi ragi) atau untuk metabolitnya (seperti untuk memproduksi minuman dan antibiotika).

Lima metode yang umum digunakan untuk mensterilkan produk farmasi :
1.      Sterilisasi uap (lembab panas) :
Sterilisasi uap dilakukan dalam autoklaf dan menggunakan uap air dengan tekanan. Cara ini dilakukan sebagai cara yang terpillih pada hampir semua keadaan di mana produk mampu diperlakukan seperti itu. Tekanan uap air yang lazim, temperatur yang dapat dicapai dengan tekanan tersebut, dan penetapan waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi sesudah sistem mencapai temperatur yang ditentukan, adalah sebagai berikut :
·         Tekanan 10 pound (115,5oC), untuk 30 menit
·         Tekanan 15 pound (121,5oC), untuk 20 menit
·         Tekanan 20 pound (126,5oC), untuk 15 menit
Dapat dilihat, makin besar tekanan yang dipergunakan makin tinggi temperatur yang dicapa dan makin pendek waktu yang diutuhkan untuk sterilisasi. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit pada suhu 121oC kecuali dinyatakan lain.
Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah kerena terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial organisme tersebut.
Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan – bahan yang dapat tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut.metode ini juga dipergunakan untuk larutan dalam jumlah besar, alat – alat gelas, pembalut operasi dan instrumen. Tidak digunakan untuk mensterilkan minyak – minyak, minyak lemak, dan sediaan – sediaan lain yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh uap air jenuh.

2.      Sterilisasi panas kering:
Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan oven pensteril yang dirancang khusus untuk tujuan itu. Sterilisasi panas kering, biasanya ditetapkan pada temperatur 160o – 170oC dengan waktu tidak kurang dari 2 jam. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejan sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15oC, jika alat strilisasi beroperasi pada suhu tidak kurang dari 250oC. (Anonim, 1995).
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa – senyawa yang tidak efektif disterilkan dengan uap air panas. Senyawa – senyawa tersebut meliputi minyak lemak, gliserin, berbagai produk minyak tanah seperti petrolatum, petrolatum cair (minyak mineral), paraffin dan berbagai serbuk yang stabil oleh pemanasan seperti ZnO.(Ansel, 1989).

3.      Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi dengan penyaringan tergantung pada penghilangan mikroba secara fisik dengan adsorbsi pada media penyaring atau dengan makanisme penyaringan, digunakan untuk sterilisasi larutan yang tidak tahan panas.
Penyaringan – penyaringan yang ada meliputi :
1.      Penyaring berbentuk tabung reaksi disebut sebagai ”lilin penyaring” yang dibuat dari tanah infusoria yang dikempa (penyaring Berkefeld dan Mandler).
2.      Lilin penyaring dibuat dari porselen yang tidak dilapisi (penyaring Pasteur Chamberland, Doulton, dan Selas).
3.      Piringan asbes yang dikempa dipasang ditempat khusus dalam peralatan saringan (penyaring Seitz dan Swinney).
4.      GelasBuchner-jenis corong dengan pegangan gelas yang menjadi satu.
Ukuran penyaring. Pengukuran porositas membran penyaring dilakukan dengan pengukuran nominal yang menggambarkan kemampuan membran penyaring untuk menahan mikroba dari galur tertentu dengan ukuran yang sesuai, bukan dengan penetapan suatu ukuran rata – rata pori dan pernyataan tentang distribusi ukuran. (Anonim, 1995).

4.      Sterilisasi gas
Beberapa senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan uap dapat disterilkan dengan baik dengan memaparkan gas etilen oksida tau propilen oksida bila dibandingkan dengan cara – cara lain. Keburukan dari etilen oksida adalah sifatnya yang sangat mudah terbakar, walaupun sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai, bersifat mutagenik, dan kemungkinan adanya residu toksik di dalam bahan yang disterilkan, terutama yang mengandung ion klorida.

  1. Sterilisasi dengan radiasi pengionan
Teknik – teknik yang disediakan untuk sterilisasi beberapa jenis sediaan – sediaan farmasi dengan sinar gama dan sinar – sinar katoda, tetap penggunaan tehnik – tehnik ini terbatas karena memerlukan peralatan yang sangat khusus dan pengaruh – pengaruh radiasi pada produk – produk dan wadah – wadah. Keunggulan sterilisasi iradiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur, dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit. Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan, yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron. (Anonim, 1995).
Proses aseptik
Tidak termasuk salah satu cara penyeterilan secara mutlak, merupakan cara penanganan bahan steril dengan tehnik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran bakteri ( kontaminsi bakteri ) hingga seminimum mungkin.
Persyaratan untuk fasilitas pengisian atau proses aseptik lainnya yang didesain, divalidasi dan dipelihara dengan benar, terutama ditunjukan pada :
1.      Lingkungan udaran yang bebas dari mikroba viabel yang dirancang dengan benar untuk memungkinkan pemeliharaan yang efektif dari unit alat pemasok udara.
2.      Tersedianya tenaga pekerja terlatih, yang dilengkapi dan mengenakan pakaian kerja yang memadai.
Metode Sterilisasi
Sumber pencemaran produk adalah
1.            Manusia
2.            Bahan awal. Untuk masuk ruangan steril harus dibungkus rangkap tiga:
o   Lapisan 1 (terluar): dilepas sebelum masuk ruangan penyangga
o   Lapisan 2: dilepas diruang penyangga
o   Lapisan 3: masuk ruangan steril
3.            Produk sendiri (pencemaran sendiri). Untuk kontrol kebersihan, kotoran maksimal 10 ppm.
4.            Air di pabrik
5.            Udara atau lingkungan pabrik
6.            Makanan dan minuman
7.            Sisa bahan pembersih
8.            Limbah pabrik (harus diproses dengan baik)
9.            Instalasi pembuangan
10.        Serangga dan hewan lain (pengerat), atau hewan percobaan.
11.        Macam limbah: cair, padat, cair semipadat, suara dalam desibel, gas. Limbah lain dapat diproses dulu seperti beta-laktam, sepalosporin baru boleh dicampur bahan lain. Di gudang dipasang alat penangkap serangga dan tikus.
12.        Bila suatu mesin akan digunkan untuk proses suatu zat,mak mesin harus dibilas dulu dan bilasan terakhir tidak boleh mengandung lebih dari 10 ppm zat sebelumnya.
13.        Pengecekan limbah:
o   Fisika: diaduk, pengenapan, dilihat kejernihan
o   Kimia. Parameter: Biologycal Oxygen Demand (BOD0, Chemical Oxygen Deand (COD, dan Dissolve Oxygen (DO).
o   Biologi: dengan ikan mas, jika tidak ada yang mati berate kotoran inimal. Ikan mas digunakan karena ikan mas sensitif terhadap air kotor.
14.        Uji sterilitas : Ada beberapa metode:
Direct inoculation of culture medium : Meliputi pengujian langsung dari sampel dalam media pertumbuhan. Menurut British Farmakope: media tioglikolat cair yang mengandung glukosa dan Na Tioglikolat cocok untuk pembiakan aerob. Suhu inkubasi 30-35oC.
o   Soya bean casein digest medium : Media ini membantu pertumbuhan bakteri anaerob dan fungsi. Suhu inkubasi 30-35oC, sedang fungi 20-25oC.
o   Membran filtrasi: Teknik yang banyak direkomendasikan farmakope, meliputi filtrasi cairan melalui membran steril. Filter lalu ditanam dalam media. Masa inkubasi 7-14 hari karena mungkin organisme perlu adaptasi dulu.
o   Introduction od concentrate culture medium: Medium yang pekat langsung dimasukkan dalam wadah sampel yang akan ditumbuhkan. Tidak banyak digunakan, hanya dipakai bila ada kecurigaan akan adanya bakteri.

15.  Uji pirogen
o   Secara kualitatif: Rabbit test : Berdasarkan respon demam pada kelinci. Digunakan kelinci karena kelinci menunjukkan respon terhadap  pirogen sesuai dengan keadaan manusia. Kenaikan suhu diukur melalui rektal.
o   Secara kuantitatif: LAL test: Cara uji in vitro dengan menggunakan sifat membentuk gel dari lisat amebasit dari limulus polifemus. Uji ini 5-10 kali lebih sensitif dari Rabbit test.
16.  Kondisi LAL-test:
o   pH larutan 6-7
o   suhu 37oC
o   kontrol negatif: aquadest (pelarut)
o   kontrol positif (pirogen/endotoksin)
o   keuntungan: cepat, mudah, praktis

PEMBUATAN SEDIAAN STERIL
Gambaran umum pembuatan sediaan steril ada 2 macam, yaitu :
1.      Aseptic processing:
Pada pembuatannya, setiap proses dari awal persiapan hingga sudah dikemas selalu dilakukan secara aseptik, sehingga hasil yang diperoleh steril
2.      Terminal sterilization
 pada pembuatannya tidak terlalu aseptik seperti aseptic processing, tapi di akhir proses, dilakukan sterilisasi secara menyeluruh.

G.    PENGAWASAN MUTU
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.

H.    INSPEKSI DIRI, AUDIT MUTU DAN AUDIT & PERSETUJUAN PEMASOK
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

I.       PENANGANAN KELUHAN TERHADAP PRODUK DAN PENARIKAN KEMBALI PRODUK
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.
Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.

J.       DOKUMENTASI 
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.
Dokumentasi adalah proses pencatatan/rekam jejak dari kegiatan
pencampuran sediaan steril dengan maksud untuk memudahkan penelusuran bukti jika sewaktu waktu terdapat keluhan dari pengguna (dokter, apoteker, tenaga kesehatan lain dan pasien), penyusunan data statistik, bahan evaluasi, bahan penelitian dan khusus untuk pegawai negeri sipil (PNS) dokumentasi ini sangat
penting terkait dengan penghitungan angka kredit jabatan fungsional.
A. Jenis – jenis dokumen
1. Permintaan pencampuran sediaan steril
2. Pencatatan pelaksanaan kegiatan pencampuran
3. Pencatatan K3 IFRS
4. Serah terima sediaan yang berasal dari luar IFRS ke IFRS
5. Serah terima sediaan dari petugas IFRS ke perawat
6. Kalibrasi alat
7. Uji berkala mikrobiologi ruangan
8. Uji kesehatan petugas
B. Masa Penyimpanan
Penyimpanan dokumen disesuaikan dengan kebutuhan masing masing
rumah sakit minimal 3 tahun

K.    PEMBUATAN DAN ANALISIS BERDASARKAN KONTRAK
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

L.     KUALIFIKASI DAN VALIDASI
Bab ini menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
BAB II
TINJAUAN KHUSUS

A.   Kunjungan Universitas Islam Indonesia (UII)
Universitas Islam Indonesia disingkat UII adalah perguruan tinggi swasta nasional tertua di Indonesia yang terletak di Yogyakarta. UII semula bernama Sekolah Tinggi Islam (STI) yang didirikan di Jakarta pada hari Ahad tanggal 27 Rajab 1364 H bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1945 M. Dengan lokasi kampus yang tersebar di beberapa wilayah, seperti Kampus Terpadu terletak di Jalan Kaliurang KM 14,5 Kabupaten Sleman, dekat daerah wisata Kaliurang dan berjarak 20 KM dari puncak Gunung Merapi. Kampus Fakultas Ekonomi terletak di Jalan Ringroad Utara, Condongcatur, Kabupaten Sleman. Kampus Fakultas Hukum di Jalan Tamansiswa, Kota Yogyakarta dan Kampus lainnya di Jalan Cik Dik Tiro, Kota Yogyakarta dan Demangan Baru, Kabupaten Sleman. Dalam pemeringkatan 4 International College and Universities (4ICU) maupun Webometrics pada Januari 2012 menempatkan UII sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) peringkat pertama di Kopertis Wilayah V dan peringkat ke-2 PTS secara nasional. Selain itu, pada tahun 2009 UII terpilih sebagai perguruan tinggi dengan nilai penjaminan mutu internal terbaik di Indonesia versi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti). Pada tahun 2013, berdasarkan SK BAN-PT No. 065/SK/BAN-PT/AK-IV/PT/II/2013 UII berhasil meraih akreditasi institusi dengan nilai 'A', tertinggi di antara PTS seluruh Indonesia.
Fakultas Farmasi merupakan fakultas terbaru di UI yang didirikan berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Indonesia Nomor 2408A/SK/R/2011 tanggal 29 November 2011. Fakultas ini sebelumnya merupakan bagian dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dalam wujud Departemen Farmasi.
Jurusan Farmasi FMIPA UI didirikan dan mulai menerima mahasiswa angkatan pertama pada bulan September 1965. Jurusan yang semula berlokasi di Jl. Diponegoro Jakarta Pusat ini, tergabung dalam satu fakultas yang awalnya bernama Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA) yang kemudian berdasarkan Kepres No. 44 tahun 1982 berubah menjadi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 1971-1977 Jurusan Farmasi berlokasi di belakang Fakultas Ekonomi UI Jl. Salemba Raya 4 Jakarta Pusat, dan tahun 1977-1987 menempati gedung di belakang gedung Rektorat UI Jl. Salemba Raya 4 Jakarta Pusat.
Pada tahun 1987, Jurusan Farmasi menempati gedung D FMIPA UI bersama Jurusan Matematika di Kampus Baru Universitas Indonesia Depok. Sejak tahun 2000, disamping menempati gedung D, kegiatan administrasi Departemen Farmasi dipusatkan di Gedung C.
Pada saat kepindahan ke Depok (tahun 1987), Jurusan Farmasi baru mengelola Program S1 dan Program Apoteker dengan jumlah mahasiswa l.k. 200 orang dan jumlah dosen 30 orang.
Dewasa ini Jurusan Farmasi mengelola 4 program studi yaitu:
  • Program pendidikan sarjana farmasi
  • Program pendidikan apoteker/farmasis
  • Program pendidikan magister farmasi
  • Program pendidikan doktor farmasi
Berdasarkan Keputusan Majelis Wali Amanah Universitas Indonesia Nomor 01/SK/MWA-UI/2003 tanggal 18 Januari 2003 tentang Anggaran Rumah Tangga UI, maka Jurusan Farmasi FMIPA UI telah disesuaikan namanya menjadi Departemen Farmasi FMIPA UI.
Selanjutnya guna menunjang pendirian Rumpun Ilmu Kesehatan yang terintegrasi di dalam lingkungan UI, maka berdasarkan Keputusan Rektor Nomor 2408A/SK/R/2011 tanggal 29 November 2011 tentang Pembukaan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, maka Departemen Farmasi FMIPA UI berubah menjadi Fakultas Farmasi UI.
Pada kunjungan kerja lapangan (KKL) di fakultas farmasi Universitas Islam Indonesia ini kami berkunjung ke beberapa laboratorium yang terdapat di UII , seperti laboratorium kimia farmasi, farmakologi dan farmakoterapi, teknologi farmasi, biologi farmasi, dan simulasi apotek.
Terkhusus pada laboratorium Teknologi Farmasi, laboratorium ini sudah di sesuaikan dengan standar CPOB seperti lantai yang tidak bersudut, antara ruang satu dengan yang lain terpisah (tidak di satukan), keadaan atau kondisi yang harus selalu steril sehingga dalam proses produksi/pembuatan obat tidak terjadi kontaminasi zat-zat asing seperti bakteri pathogen dll. Pada   laboratorium teknologi farmasi ini, didalam nya  terbagi menjadi beberapa ruang yang di gunakan dalam pembuatan obat berdasarkan CPOB diantaranya :
·         Ruang cetakan
o   Preabelator
o   Untuk uji kerapuhan
o   Hardestester
o   Untuk uji kekerasan
o   Mesin tablet single puach
·         Ruang pengeringan granul
o   Oven
o   Bed drying suhu 30 – 40 atau penyesuaian
·         Ruang pengemasan
o   Blister
Alat untuk mengisi tablet
·         Ruang uji granul dan serbuk
Alat untuk ayakan
o   Dual  tap density
o   Uji sifat aliran kadar air
·         Ruang pembuatan granul
o   Mixer
Pencampuran
·         Ruang mixing
o   Granul dan salut
·         ð  Ruang koting atau pelapisan
·         ð  Ruang pengujian
o   Disintergrasion tester
o   Disolusion tester
o   Spektrofoto meter
o   Klimatik camber
o   Melting poin
o   Viscometer
o   Brook field
o   Tisk ometer rion

Pada laboratorium  steril terdapat ruang-ruang diantaranya :
·         ð   Ruang pengemasan
·         ð  Ruang ganti
·         ð  Ruang posttest
·         ð  White area

B.     Kunjungan  LAFI-AD
LAFI AD (Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat), berasal dari MSL (Militaire Scheikundig Laboratorium). Lembaga ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan bagi kebutuhan tentara Belanda.
Pada tanggal 23 Januari 1950, dibentuk panitia pengalihan, sehingga pada tanggal 1 juni 1950 dilakukan serah terima dari MSL kepada TNI AD, yang menjadi dasar dalam penetapan hari jadi LAFI AD, melalui SK No. Skep/23/1/1997 tanggal 31 Januari 1997. Setelah serah terima pada tanggal 1 Juni 1950 MSL terbagi menjadi 2 :
1.            Laboratorium kimia tentara (LKT) yang kemudian berkembang menjadi Laboratorium kimia AD (LKAD).
2.            Depot obat tentara pusat (DOTP) yang berkembang menjadi depot obat AD (DOAD).
Berdasarkan SK Ditkesad No. kpts/61/10/IX/1960 tanggal 13 September 1960, terhitung mulai tanggal 8 Juni 1960 LKAD dan DOAD disatukan menjadi LAFI AD. Di Lembaga Farmasi Angkatan darat (LAFI AD) terdapat beberapa ruang yaitu Ruang INSWASTU, ruang β-Lactam, ruang Non β-Lactam .
Pada kunjungan kerja lapangan (KKL) di Lembaga Farmasi Angkatan Darat ini kami berkunjung ke dua ruang, yaitu ruang INSWASTU dan ruang Non β-Lactam . Ruang InSwasTu pada dasarnya di gunakan untuk pengawasan mutu obat yang di produksi, pengembangan dan penelitian-penelitian lebih lanjut.  Sedangkan ruang Non β-Lactam di gunakan untuk kegiatan produksi, oleh sebab itu ruang ini harus steril guna menjamin mutu obat yang di produksi. Di ruang ini juga terdapat alat-lat canggih untuk memproduksi obat dalam skala besar.
A.    Ruang InSwasTu
1.            R. instrument, digunakan untuk menyimpan peralatan yang tidak tahan kelembapan (<85%) dan  suhu 250C
2.            Speltrometer, digunakan utuk menetapkan kadar dan kelarutan
3.            R. uji coba
4.            R. mikro biologi, di gunakan untuk  uji steril
5.            R. uji rotasi
6.            R. antara
7.            R. fisika , di gunakan untuk menghitung waktu hancur
8.            Alneter, di gunakan untuk menghitung kekerasan
9.            Keregasan
10.        R. reagen, digunakan untuk menyimpan semua bahan yg masih baru
11.        R. contoh tertinggal
12.        R. kimia
13.        Innporter, digunakan untuk mengatur suhu
14.        Tungku pijar
15.        Alat pengering
16.        Pengatur sesut pengeringan
17.        Blu fngle sfety equid ment.

B.     Ruang Non β-Lactam
Di ruang Non β-Lactam ini terdapat beberapa ruang dan alat-alat yang di gunakan, diantaranya :
1.            Ruang antara
2.            Ruang cetak kapsul
Alat yang di gunakan adalah Kwang Dan (KDF-6) th. 2006. Alat ini dapat mencetak kapsul sebanyak 25.000 kapsul perjam.
3.            Ruang  Cetak Tablet
Alat yang di gunakan adalah CADMACH CMB 4-35 th. 2001. Alat ini dapat mencetak kaplet sebanyak 70.000 kaplet perjam
4.            Ruang cetak Kaplet
Alat yang digunakan adalah CADMACH CMB4-D-27 th. 2002. Alat ini dapat mencetak sebanyak 60.000 kaplet perjam
5.            Ruang Karantina salut
Ruang ini di gunakan sebagai tempat pendinginan.
6.            Ruang Uji
Yaitu : uji kekerasan, uji keseragaman bobot, uji ketebalan untuk tablet . sedangkan pada kapsul hanya di uji keseragaman bobotnya saja.
7.            Ruang karantina rapuh produk siap kermas primer
8.            Ruang penghancur tablet (alat: multinoug)
9.            Mesin pengering granul : jaw-chun/FBD – 120 kapasitas 120/kg th. 2003
10.        Ruang Pencampuran semi basah
Alat: super mixer. Jika bahan kering ditambahkan mucilage
11.        Ruang Oven
Terdapat 2, yaitu lemari pengering granul kapasitas 500 kg th. 2006  dan mesin ayak granul dengan kapasitas 50 kg/jam th. 2000
12.        Ruang simpan alat
13.        Ruang cuci alat
14.        Mesin isi sirup.
Alat: jicceng jc-Fm dengan kapasitas 2500 botol/jam
15.        Ruang Penimbangan
·         R. strif IV à mesin stripping hipack/upd VII dengan kapasitas 3000/jam
·         R. strif III à mesing tripping narong/nrt- 25 dengan kapasitas 20.000/jam 6-7 ml
·         R. strif II  à mesin stripping chen thai/ capm-A dengan kapasitas 25000/jam
·         R. strif     à mesin stripping chan tai/ ctapm-B dengan kapasitas 30000/jam

16.        Ruang Staging : tempat bahan yang sudah dii timbang











BAB IV
PEMBAHASAN

Kunjungan kerja lapangan (KKL) Universitas Islam Indonesia pada tanggal 30 Januari 2015 yang berlokasi di Jl. Kaliurang Km. 14.5 Yogyakarta, serta Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFI AD) pada tanggal 2 Februari 2015 yang berlokasi di Jl.Gudang Utara No.26 ( Gedung LAFI-AD DITKESAD ) Bandung 40000 Jawa Barat. Diketahui bahwa Industri Farmasi dan UII memiliki laboratorium – laboratorium yang dibuat berdasarkan standarisasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Laboratorium yang di miliki Universitas Islam Indonesia Khususnya Laboratorium Teknologi Farmasi sudah di sesuaikan dengan standar Industri Farmasi untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami serta proses belajar mengajar di universitas tersebut. Peralatan dan fasilitas yang dimiliki UII juga jauh lebih lengkap dan baik jika dibandingkan dengan laboratorium AKFAR AL-FATAH.

Kunjungan kerja lapangan ke Lembaga Farmasi Angkatan Darat
            Kegiatan produksi obat yang dilakukan oleh LAFI AD ini dipasarkan dari anggota TNI ke TNI di seluruh Indonesia. Sehingga obat di produksi hanya untuk TNI. Nama paten yang digunakan pun sesuai dengan yang disetujui oleh pihat pabrik LAFI AD ini. Obat jadi tidak dipasarkan untuk masyarakat, tetapi untuk di gunakan oleh anggota TNI atau juga untuk disumbangkan kepada korban bencana alam.
Laboratorium dan area Produksi steril yang terdapat di tempat kunjungan tersebut harus benar-benar di jaga baik dari kebersihan sampai suhu ruang yang selalu di jaga (menggunakan alat pengatur suhu yang di cek secara berkala guna mempertahankan suhu agar tetap konstan).
Pada laboratorium (ruang produksi/steril) kita akan melewati pintu dimana segala pakaian akan steril, bangunannya dibuat tanpa sudut dan dilapisi dengan cat khusus dengan tujuan agar bakteri, Virus, parasit dan jamur (factor biologis) tidak dapat hidup dan debu logam berat tidak menempel (factor kimia) serta lantai dan dinding tidak licin, Sehingga karyawan yang membawa beban berat tidak mudah terjatuh atau terpeleset serta angka penyakit dan kecelakaan kerjapun semakin kecil. Sehingga karyawan yang membawa beban berat tidak mudah terjatuh atau terpeleset serta angka penyakit dan kecelakaan kerjapun semakin kecil. Selain itu alat-alat yang di gunakan pada proses produksi adalah alat-alat dengan teknologi canggih yang tidak jarang di datangkan langsung dari luar negeri seperti jepang dll.
Pada ruang Non β-Lactam yang terdapat di LAFI AD yang di gunakan sebagai ruang produksi, saat memasuki ruangan tersebut ada ruangan yang di sebut ruang antara yang memisahkan ruang Non steril dan ruang steril masing-masing di batasi oleh pintu . pintu pertama dan kedua saling berhubungan, dimana pintu kedua dapat di buka jika pintu pertama sudah di tutup atau sudah di koordinasikan. Hal ini untuk mencegah bakteri masuk ke area produksi steril. Partikel-partikel yang terkandung diruangan juga di jaga jumlah nya agar tidak menganggu mutu sediaan obat. Dan bangunan dilengkapi dengan pintu darurat yang didesain khusus, dan digunakan ketika sedang dalam bahaya dengan mengikuti rute yang telah ditentukan.
CDOB atau pendistribusian obat di LAFI-AD hanya kepada tentara seluruh Indonesia. Obat-obatan yang diproduksi tidak didistribusikan pada masyarakat, keapotek atau PBF.
Dari dua belas CPOB pada LAFI AD sudah memenuhi seluruh syarat yang tercantum dalam CPOB.
·         Personalia
Orang-orang yang bekerja di LAFI AD adalah orang-orang yang sudah ahli dibidang masing-masing, sebelum mereka kerja, mereka semua detraining dan melakukan pelatihan, apakah mereka semua bisa menggunakan mesin atau alat yang ada di LAFI AD.
·         Bangunan dan fasilitas
Bangunan dan fasilitas yang ada di LAFI AD sudah memenuhi syarat CPOB seperti tidak ada sudut 90˚ yang akan susah apabila dibersihkan.
·         Hyegine dan sanitasi
Di LAFI AD, kebersihan sangatlah terjaga, tidak  dari bangunan dan fasilitasnya saja, tetapi para pekerjanya juga menjaga kebersihan dan sterilisasi badan mereka, seperti apabila kita mau mulai bekerja harus menggunakan penutup kepala, sarung tangan, baju lab yang bersih dan sarung kaki yang juga bersih, dan harus steril. Sehngga pada proses produkdi tidak ada yang namanya bakteri, debu atau kuman yang akan bercampur dengan obat.

UII (UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA)
            Fakultas farmasi di UII didirikan pada tahun 1998, dan pada tahun 2002 barulah UII membuka program profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UII hingga sekarang masih Ber Akreditasi “B”. laboratorium Farmasi yang ada di UII antara lain:
o   Laboratorium Farmasetika
o   Laboratorium Biologi Farmasi
o   Laboratorium Kimia Farmasi
o   Laboratorium Farmakologi
o   Ruangan Simulasi Apotik dan Simulasi Rumah Sakit
Laboratorium Tekhnologi Farmasi yang ada di UII, sudah memenuhi syarat CPOB, karena UII sudah memiliki ISO.
Sedangkan laboratorium yang ada di Akademi Farmasi Al- Fatah Bengkulu belum memenuhi persyaratan CPOB dan masih di kondisikan . seperti bangunan laboratorium yang belum sesuai dengan ketentuan CPOB, Lantai Laboratorium yang masih sama dengan ruang biasa dan belum sesuai dengan standar CPOB. Serta laboratorium steril juga belum memenuhi persyaratan steril, dan kondisi alat juga belum memadai jika dibandingan dengan laboratorium kunjungan, karena alat praktikum yang ada di akfar masih sangat minim.






















BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Setelah melakukan kunjungan kerja lapangan (KKL) di Universitas islam Indonesia, LAFI-AD maka dapat di simpulkan bahwa laboratorium yang terdapat di ketiga tempat tersebut sudah memenuhi standar, baik CPOB. Sedangkan Laboratorium yang terdapat di AKFAR AL-FATAH belum memenuhi standar tersebut di atas.


B.   Saran
Penulis menyadari bahwa laporan kunjungan kerja lapangan (KKL) ini masih saran yang membangun, agar penulis bisa lebih baik lagi dalam membuat/menyusun laporan selanjutnya.















Daftar Pustaka

Syamsuni, H.A, 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC . Jakarta
Anonim. 2006. Cara Pembuatan Obat Baru (CPOB). Depkes RI. Jakarta.
BPOM RI. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.  Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Fakultas_Farmasi_Universitas_Indonesia



















DAFTAR LAMPIRAN

WP_20150202_033.jpg

Kapsul 2500 kapsul/jam/200
WP_20150202_037.jpg

WP_20150202_039.jpg

WP_20150202_038.jpg
Desain lantai ruang prosuksi
WP_20150202_045.jpgWP_20150202_046.jpgWP_20150202_047.jpgWP_20150202_048.jpgWP_20150202_049.jpgWP_20150202_050.jpgWP_20150202_051.jpg

Desain pintu darurat
WP_20150202_040.jpg

WP_20150202_043.jpg















WP_20150202_041.jpg




WP_20150202_042.jpg

Permukaan lantai
WP_20150202_044.jpg
















DSC_1246.JPGDSC_1247.JPGDSC_1248.JPGDSC_1249.JPGDSC_1250.JPGDSC_1251.JPGDSC_1252.JPGDSC_1253.JPGDSC_1254.JPGDSC_1257.JPGDSC_1261.JPGDSC_1262.JPGDSC_1265.JPGDSC_1266.JPGDSC_1267.JPGDSC_1268.JPGDSC_1269.JPGDSC_1273.JPGDSC_1274.JPGDSC_1279.JPGDSC_1281.JPGDSC_1283.JPGDSC_1285.JPGDSC_1286.JPGDSC_1287.JPGDSC_1288.JPGDSC_1289.JPGDSC_1290.JPGDSC_1291.JPGDSC_1292.JPGDSC_1294.JPGDSC_1295.JPGDSC_1296.JPGDSC_1297.JPGDSC_1298.JPGDSC_1299.JPGDSC_1300.JPGDSC_1301.JPGDSC_1302.JPGDSC_1303.JPGDSC_1305.JPGDSC_1306.JPG


Tidak ada komentar:

Posting Komentar